Marilah kita asah ketaqwaan kita dengan menguras kelakuan keji dan dosa. Dan
Marilah kita pertajam keta’atan kita kepada-Nya dengan memenuhi hari-hari
Ramadhan yang tersisa dengan berbagai amal dan laku yang mulia. semua itu dalam
rangka mengharap rahmah dan berkah malam mulia, malam seribu bulan yaitu
laylatul Qadar.
الحمد
لله, الحمد لله الذى أنزل القرأن فى ليلة القدر, وأنزل فيها الملائكة وقسم
القدرالخير والشر, وأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ شهادَةَ أدخرها ليوم الزحام, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ الداعى بقوله وفعله إلى دار السلام. اللهمّ صَلّ وسّلِّمْ علَى
عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدِ وعَلى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ
وَمَصَابِيْحِ الظُّلاَمِ. أمَّا بعْدُ, فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهِ
تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ وَتَرْكِ الأَثَامِ تدخلوا جنة ربكم بسلام
Marilah kita asah ketaqwaan kita dengan menguras kelakuan keji dan dosa. Dan
Marilah kita pertajam keta’atan kita kepada-Nya dengan memenuhi hari-hari
Ramadhan yang tersisa dengan berbagai amal dan laku yang mulia. semua itu dalam
rangka mengharap rahmah dan berkah malam mulia, malam seribu bulan yaitu
laylatul Qadar.
Di antara momentum Ramadhan yang tidak boleh diabaikan oleh seorang muslim
adalah malam laylatul Qadar, yaitu malam diturunkannya al-Qur’an, seperti
disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 185
شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدىً لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ
الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil).
Sungguh
malam itu adalah malam mulia, malam penuh berkah yang tidak boleh diragukan
lagi. Karena Allah swt sendiri mengungkapkan dalam surat ad-Dukhan ayat 3:
إن
أنزلناه فى ليلة مباركة
Sesungguhnya
Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi.
Malam
yang berkah itu tentunya berbeda dengan malam-malam lain. Allah swt
mengistimewakan nilai malam ini lebih dari malam seribu bulan. Karena pada
malam itu Malaikat turun ke bumi mengatur segala urusan. Sesuai dengan
perintah-Nya mereka, para malaikat akan menetapkan berbagai takdir manusia
mulai dari rizki, mati, jodoh dan semuanya. Karena itulah di namakan laylatul
Qadar , malam penentuan taqdir manusia. Sudah selayaknya kita sebagai hamba
yang menginginkan taqdir baik, apabila menekuk lutut bersimpuh di malam-malam
itu, karena ini berhubungan dengan nasib kita sebagai hamba. Seperti seorang
budak yang memohon kepada majikannya. Allah mengkhususkan keterangn ini dalam
satu surat penuh, surat al-Qadar:
إِنَّا
أَنْزَلْناهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ * وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ *
لَيْلَة الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْر * تَنَزَّلُ الْمَلاَئِكَةُ
وَالرُّوحُ فِيَها بِإِذْنِ رَبّـِهم مِّن كُلِّ أَمْر * سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى
مَطْلَعِ الْفَجْر
Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan * Dan tahukah kamu
apakah malam kemuliaan itu? * Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan
* Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin
Tuhannya untuk mengatur segala urusan * Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai
terbit fajar
Jika demikian, lantas apakah perbedaan nuzulul qur’an dengan laylatul
qadar? untuk menjawab hal ini ada baiknya kita merujuk pendapat Ibnu
Abbas bahwa al-Qur’an diturunkan oleh Allah dari lauhil mahfudz ke baitul izzah
pada malam laylatul qadar secara keseluruhan. Dan kemudian Allah menurunkannya
secara berangsur-angsur kepada nabi besar Muhammad saw untuk pertama kalinya
pada malam 17 Ramadhan di Gua Hira melalui perantara Jibril.
Dengan
demikian malam nuzulul qur’an yang diperingati umat muslim di Indonesia pada
malam tanggal 17 Ramadhan merujuk pada kali pertama al-Qur’an diturunkan secara
berangsur kepada Rasulullah saw . Adapun lailatul qadar adalah malam
diturunkannya al-Qur’an oleh Allah dari lauhil mahfudh ke baitul izzah, secara
keseluruhan.
Oleh
sebab itu hanya Allah swt lah yang tahu persis waktu-waktu malam laylatul qadar
dan pengecualian beberapa orang yang di kehendaki-Nya sendiri. Hal inilah yang
kemudian menghadirkan banyak pendapat dan penafsiran mengenai laylatul qadar.
Misalkan
sebuah hadits imam bukhari yang menyatakan “Carilah lailatul qadar di malam
ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR Bukhari).
Kedua, “Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa
keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa.” (HR.
Muslim)
Kapanpun
laylatul qadar itu terjadi, yang perlu diperhatikan adalah bahwa Allah akan
menilai bukan hanya ibadah kita pada saat itu saja, namun dari kontinuitas ibadah
selama Ramadhan, tidak serta merta kita hanya memfokuskan penuh beribadah pada
hari-hari ganjilnya saja.
Ma’asyiral
Muslimin Rahimakumullah
Tidak ada ibadah yang lebih mulia di malam-malam ini kecuali dzikir dan berdo’a
untuk kebaikan dunia dan akhirat. Sambil beriktikaf dan memburu Lailatul
qadar, segunung doa dipanjatkan. Selaut permohonan ditujukan. Namun
apakah saat itu pula dikabulkan?
Inilah
perlunya intropeksi diri. Mengapa seringkali do’a-do’a itu hanya terasa
mengawang tanpa balasan dari Yang Berwenang? Apakah ada yang kurang? Mengenai
hal ini Ibrahim Adham pernah berkata bahwa “Doamu tidak dikabulkan Allah
lantaran sepuluh perkara: Pertama, Engkau mengenal Allah, tetapi
engkau tidak mendatangi kewajiban-kewajiban-Nya. kedua, Engkau
membaca al-Qur’an, tetapi engkau mengamalkan ya. Ketiga, Engkau
mengatakan menjadi musuh syetan, tetapi engkau malah mengikuti nya. keempat,
Engkau mengatakan menjadi Umat Nabi Muhammad saw, tetapi engkau tidak mengikuti
jejaknya. Kelima, Engkau berkeinginan masuk surga, tetapi engkau
tidak mau beramal yang dapat menghantarkanmu ke surga. Keenam,
Engkau menginginkan selamat dari api neraka, tetapi engkau mencampakkan dirimu
ke dalamnya. Ketujuh, Engkau mengatakan bahwa mati itu pasti,
tetapi engkau tidak mau mempersiapkan bekal untuk mati. Kedelapan,
Engkau sibuk meneliti cela kawan-kawanmu, tetapi engkau tidak mau memperhatikan
cela dirimu sendiri. Kesembilan, Engkau makan nikmat dari Tuhamu,
tetapi engkau tidak pernah bersyukur kepadanya. Sepuluh, Engkau ikut
mengubur orang mati, tetapi engkau tidak dapat mengambil i’tibar (pelajaran)
dari peristiwa itu.”
Dengan
demikian kita sekarang mengerti apa sebenarnya penyebab ditangguhkannya
permohonan-permohonan kita oleh Allah swt. Sebaiknya kita mengetahui posisi kita
dari sepuluh daftar di atas dan segera memperbaikinya. Mumpung malam-malam
ganjil masih tersedia. Sehingga kita dapat bertamu di malam-malam itu dengan
lebih bersih dan percaya diri dengan do’a-do’a kita.
Semoga kita semua dapat meraih laylatul qadar
bersama-sama. Ya Allah kami hamba-Mu ini bukanlah orang yang malas untuk
beribadah kepada-Mu, tetapi alangkah bersyukurnya kami, jika kau taqdirkan kami
menjadi hamba-hamba yang shaleh. Amien…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar